3 Pahlawan Wanita asal Jawa Timur, Terlibat Dalam Pertempuran Surabaya
JAKARTA, iNews.id – Pahlawan wanita asal Jawa Timur memiliki jasa besar dalam kemerdekaan Indonesia. Pahlawan wanita Indonesia merupakan sosok luar biasa.
Salah satu pahlawan wanita yang patut diacungi jempol, yaitu Raden Ajeng Kartini yang dikenal sebagai pelopor perjuangan emansipasi wanita di Indonesia. Melalui surat-suratnya, Kartini memperjuangkan hak-hak pendidikan dan kesetaraan bagi perempuan.
Selain itu, Cut Nyak Dien juga merupakan salah satu pahlawan wanita yang berjuang dengan gigih melawan penjajah Belanda dalam Perang Aceh. Keberanian dan semangat patriotiknya menjadi inspirasi bagi banyak generasi selanjutnya.
Ternyata masih banyak pahlawan wanita yang belum masyarakat Indonesia ketahui, salah satunya, pahlawan wanita yang berasal dari Jawa Timur.
Pahlawan Wanita Asal Jawa Timur
Dalam pertempuran Surabaya yang pecah pada 10 November 1945, banyak para pejuang yang berlaga di medan tempur. Para pejuang tersebut tidak hanya berasal dari golongan pria karena terdapat beberapa pejuang wanita yang ikut dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
1. Lukitaningsih dan Anggota PPRI
Lukitaningsih merupakan ketua organisasi PPRI atau Pemuda Putri Republik Indonesia. PPRI merupakan organisasi rakyat yang bersifat ketentaraan atau militer.
Lukitaningsih mengajak para perempuan untuk bergabung dalam pembelaan kemerdekaan yang disebarluaskan melalui surat kabar Soerakjat pada 24 Oktober 1945. Kemudian para pemudi Arab menyetujui ajakan Lukitaningsih untuk bergabung ke dalam PPRI.
Pada 10 November 1945, pertempuran pun terjadi dan para anggota PPRI terjun ke medan perang. Secara mendadak, PPRI membentuk palang merah khusus untuk mengurus para korban untuk dibawa ke pos-pos alang merah dan rumah sakit terdekat.
Dengan begitu Lukitaningsih dan para anggota PPRI berjasa dalam membantu para pejuang yang terluka di medan perang.
2. Bu Dariah (Bu Dar Mortir)
Di belakang garis tempur tentunya para perempuan memastikan agar dapur umum terus menghasilkan makanan bagi para pejuang. Bung Tomo, yang saat itu prihatin dengan urusan logistik meminta agar sumbangan makanan dikirimkan dalam bentuk bahan mentah yang kemudian didistribusikan ke dapur-dapur umum.
Relawan dapur umum mayoritas diisi oleh ibu-ibu, salah satunya merupakan Ibu Dariyah yang kerap disapa Bu Dar Mortir. Sematan Mortir tersebut bermula pada proses pengambilan ransum makanan yang terkadang tidak tertib.
Saat itu dia juga melemparkan kunyahan daun sirih dan tembakau kepada para prajurit yang tidak tertib. Kunyahan daun sirih tersebut juga berbentuk bulat seperti mortir.
Editor : Kurnia Illahi
Follow Berita iNewsJatim di Google News
Bagikan Artikel: